Dalam kitab Shahih Al Bukhari, dari Umar رضي الله عنه bahwasanya Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
إنما الأعمال بالنية
Amal tergantung niat itu mencakup 3 hal :
1) Terjadinya / ada atau tidaknya aktivitas
Maka terjadi atau tidaknya amal itu tergantung niat. Tanpa ada niat maka tidak
akan ada perbuatan. Perbuatan adalah hasil dari niat & kemampuan.
Seseorang yg tidak memiliki niat untuk shalat, maka tidak akan terjadi shalatnya.
2) Keabsahan
Keabsahan amal itu tergantung niat. Terutama untuk ibadah yang mahdhoh.
Orang yg tidak makan dan minum, tidak sah puasanya jika tidak ada niat puasa.
3) Kesempurnaan amal
Terutama berkenaan dengan ibadah yang bukan mahdhoh. Menafkahi istri tidak
akan menjadi ibadah/pahala apabila tidak diniatkan untuk melaksanakan
perintah Allah, cuma sekedar kewajiban saja terlaksana.
ولكل امرئ ما نوى
Setiap orang itu mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.
sebagian orang bertanya apakah boleh double niat, misal ketika puasa senin
kamis bertepatan dengan ayyamul bidh. Maka dalilnya hadist ini.
فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله
ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة يتزوجها فهجرته إلى ما هاجر إليه
“Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia
yang ingin diraihnya atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya
sesuai dengan apa yang ia niatkan.”
Mengapa hijrah untuk nikah itu tercela? padahal bukan untuk zina. Jawabannya :
karena secara lahiriah dia menampakkan perubahannya untuk Allah. Padahal
ia punya niat yang terselubung.
karena dia telah meninggalkan niat yang lebih mulia.
Syeikhah Ummu Abdillah Al Wadi’iyyah mewasiatkan muslimah untuk :
Ikhlas hanya karena mengharapkan wajah Allah عزوجل saja.
Tidak melakukan amalan karena riya, sum’ah, ataupun sombong,
juga tidak ujub terhadap amalan yang kita lakukan. Rumus ikhlas :
2L (lakukan & lupakan). Jangan merasa diri sdh berperan, berkontribusi,
atau berjasa kepada agama ini.
.
Riya : beramal karena ingin dilihat
Sum’ah : beramal karena ingin didengar
Ujub : membanggakan amalan yang dilakukan
Sombong : membanggakan amalan yg dilakukan & merendahkan orang lain
.
Berpegang teguh pada tali agama Allah.
karena sungguh setiap manusia itu akan dimintai pertangguhjawabannya
di harapan Allah kelak. Seseorang itu akan diajak bicara langsung dengan
Allah tanpa perantara dan penerjemah. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
.
“tidak ada seorang pun diantara kalian melainkan akan diajak bicara
oleh Rabb-nya. tidak ada penerjamah antara dia dengan Allah. Saat ia
melihat ke kanan, maka tidak ada yang dilihatnya kecuali apa yang
telah diperbuatnya. Saat ia melihat ke kiri, maka tdk ada yg dilihatnya
kecuali apa yang telah diperbuatnya. Lalu ia melihat ke arah depannya,
maka tdk dilihatnya kecuali neraka berada di harapannya. Maka jagalah
diri kalian dari api neraka, sekalipun hanya bersedekah separuh kurma.”
.
Bersedekah separuh saja sudah mampu menjaga seseorang dari neraka,
lalu bagaimana dengan banyak butir kurma? inilah salah satu keutamaan
orang kaya yang dermawan yang tidak bisa dilakukan oleh orang miskin.
Allah تعاللى berfirman, “itu adalah keutamaan yang Allah berikan kepada
orang-orang yang Dia kehendaki”
.
Dikatakan bahwasanya Hatim Ath Tha’i (ayahnya Adi bin Hatim رضي الله عنه
perawi hadist ini) adalah seorang yang dermawan hingga orang-orang
menjadikannya parameter kedermawanan. orang-orang akan berkata,
“ia dermawan sekali seperti Hatim Ath Tha’i”. Lalu Adi رضي الله عنه bertanya
kepada Nabi صلى الله عليه وسلم tentang keadaan Hatim di akhirat karena ia
dermawan kepada orang lain, kerabat, dan punya amalan baik.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjawab yang kurang lebih maknanya,
“Ayahmu itu banyak bersedekah karena pamrih, bukan karena Allah.
Dan dia telah mendapatkan apa yang dia niatkan.”
.
Maka penting bagi kita utk senantiasa mengecek niat kita di awal, di tengah,
maupun di akhir. Hati-hati sikap riya dan sum’ah ketika di awal mengerjakan
amalan. hati-hati dengan berbangga diri atau merendahkan orang lain ketika
di tengah maupun di akhir amalan. Semoga Allah senantiasa memberikan
hidayah dan taufiknya kepada kita. آمين يا رب العالمين.
الحمد لله رب العالمين