Rabu, 15 Mei 2024

SAMPAI KAPAN KITA SALING BEROLOK-OLOK?

بسم الله الرحمن الرحيم


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا نْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya, janganlah kamu mencela orang lain, pen.). Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (penggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim”

[surat-al-hujurat-ayat-11]


Dari ayat tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa Allah Ta’ala melarang orang-orang mukmin untuk menghina siapapun.


Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda tentang terdapatnya hak seorang mukmin atas mukmin yang lain, yaitu tidak menghina atau mencela orang lain baik dengan kata-kata ataupun perbuatan yang mengandung makna merendahkan sesama muslim. Dan perbuatan tersebut jelas hukumnya haram.


Al Imam Ath Thabari rahimahullah juga menjelaskan dalam tafsirnya, Allah menyebutkan secara umum larangan untuk mencela, menghina, merendahkan orang lain. Dan itu mencakup seluruh bentuk celaan. Tidak boleh seorang mukmin mencela mukmin yang lain karena kemiskinannya bahkan tentang dosa yang ia lakukan ataupun yang lainnya.


Pernah ada seorang sahabat yang menertawakan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, yang beliau itu berbadan kurus. Ketika itu beliau naik ke atas sebuah pohon kurma kemudian tertiuplah angin yang kencang, sehingga tersingkap betisnya. Dan ada beberapa sahabat tiba-tiba menertawakan itu. Maka nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menegurnya, “apa yang membuat kalian tertawa?”. Kata mereka, “kecilnya betis beliau wahai Rasulullah.” Wajah nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam memerah, kemudian bersabda “Demi Dzat Yang jiwaku berada di genggamannya, sesungguhnya kedua betisnya itu lebih berat di timbangan hari kiamat dibandingkan gunung uhud.” (HR. Ahmad no. 876, sanadnya dinilai hasan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)


Aisyah radhiyallahu ‘anhaa pernah mengatakan kepada nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, “cukuplah engkau selalu membela Shofiyyah karena ini dan itu”. Beberapa Rawi mengatakan, karena Shofiyyah dikatakan ‘pendek’. Maka nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai Aisyah engkau telah mengucapkan kata-kata yang apabila kata-kata itu dicampur dengan air laut, niscaya ia akan mengotorinya.” Maksudnya karena busuk dan kotornya kata ini.  (Hadist shahih, riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi, dan Ahmad).


Larangan mencela ini terdapat dalam hadist nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam,

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ

“Seorang Mukmin bukanlah orang yang banyak menghina & mencela, bukan orang yang banyak melaknat (mendoakan yang buruk), bukan pula orang yang keji (buruk akhlaknya), dan bukan orang yang jorok omongannya” 

[HR. Tirmidzi, no. 1977; Ahmad, no. 3839 dan lain-lain]


Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

“Orang yang suka melaknat, menghina, merendahkan, menjatuhkan orang lain maka mereka tidak bisa memberi syafa’at dan tidak akan bisa menjadi saksi di hari kiamat.” [Hadist shahih, riwayat Muslim]


Berhentilah saudariku, dari mata yang sering merendahkan orang lain, mulut yang sering mencibirkan orang lain, ataupun isyarat tangan. Dia ciptaan Allah, apabila dirimu menghinanya, maka engkau telah menghina Penciptanya. Allah lah yang menciptakan kulitnya gelap, rambutnya keriting, badannya besar. Maka jagalah lisan kita.


Kalau Allah beri kita kelebihan, maka syukuri. Apabila ada kekurangan dalam diri orang lain, maka nasehati, berikan masukan, dan tutupi itu.


Larangan ini tidak hanya kepada manusia, tapi juga kepada hewan. Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “janganlah kalian mencela Ayam jantan, karena ia membangunkan untuk shalat.”  [Hadist shahih riwayat Abu Dawud]


Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, 

“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mengatakan, ‘ya khoybah dahr’ (ungkapan mencela waktu). Janganlah seseorang di antara kalian mengatakan ‘Ya khoybah dahr’ (dalam rangka mencela waktu), karena Aku adalah (pengatur) waktu. Aku-lah yang membalikkan malam dan siang. Jika suka, Aku menggenggam keduanya.” (HR Muslim no. 6001).


Mencela itu dilarang. Mencela masa, mencela penyakit, bahkan mencela syeithan. Manusia tidak diperintahkan untuk mencela syeithan, tapi diperintahkan untuk berlindung darinya. Biarkan Allah yang membalasnya. Ketika kita berlindung darinya membaca ta’awudz, Allah akan merajamnya. 


Kita juga dilarang untuk mencela diri kita sendiri. Kita sama sekali tidak punya hak atas diri kita, karena ini adalah ciptaan Allah. Maka kita tidak boleh mencela diri kita sendiri. 


Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga menyuruh kita untuk tidak membalas ketika ada yang sedang mencela kita. Dia sedang berbuat dosa, apabila kita balas, maka kita juga jadi berbuat dosa. Dan biarkan Allah yang membalasnya. 


Kesimpulannya, menghina, mencela, atau merendahkan merupakan perbuatan yang sangat buruk dan haram untuk dilakukan. Perbuatan ini merupakan tanda akan lemahnya imannya dan bukanlah termasuk sifat seorang muslim. Menghina dan merendahkan merupakan tanda bahwa dirinya merasa sudah bersih dari dosa-dosa. Makanya erat kaitannya merendahkan dengan kesombongan. Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari sifat ini hingga ajal menjemput kita, aamiin Yaa Rabbal’aalamiin.