Disarikan dari kajian bersama Ustadz Afifi Abdul Wadud pada dauroh kitab Fiqih Asma'ul Husna karya Syeikh Prof. DR. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr حفظهم الله تعالى
Sebagaimana kita ketahui bahwasanya "kemuliaan ilmu itu dilihat dari objek yang dipelajarinya". Maka mengetahui dan mempelajari asma wa shifat Allah adalah sebaik-baiknya dan semulia-mulianya ilmu karena ilmu ini berkaitan dengan Allah, Dzat yang tidak memiliki tandingan dalam kemuliaan-Nya. Mengharapkan wajah Allah merupakan semulia-mulianya tujuan. Beribadah kepada-Nya merupakan sebaik-baiknya perbuatan. Dan memuji Allah melalui nama dan sifat-Nya merupakan semulia-mulianya ucapan.
Bahkan inti dari Al Qur’an adalah Tauhid. Ada ulama رحمهم الله yang membagi inti Al Qur’an dengan Tauhid, Ahkam Syari’ah, dan Kisah-kisah. Pada dasarnya orang yang melakukan ahkam syari’ah harus bertauhid, dan kisah-kisah itu adalah tentang ahli tauhid dan orang-orang kafir. Maka inti dari Al Qur’an itu awal hingga akhir adalah tentang tauhid.
Dan ini jugalah inti dari dakwah para nabi dan rasul عليهم السلام, mereka diutus untuk berdakwah dalam masalah Tauhid (mengesakan Allah). Imam Ibnul Qayyim رحمه الله mengatakan, "sesungguhnya dakwah para Rasul itu berkisar pada tiga hal :
1) Memperkenalkan Allah kepada manusia lewat nama dan sifat serta perbuatan-Nya
agar manusia mengenal siapakah Allah yang mereka sembah dan ibadahi.
2) Menjelaskan jalan yang bisa menyampaikan kepada-Nya
setelah mengenal Allah melalui nama dan sifat-Nya, serta perbuatan-Nya, lalu apa yang mampu mendekatkan kita kepada Allah? yakni dengan berdzikir, bersyukur, dan beribadah kepada-Nya.
3) Menerangkan balasan bagi mereka
ketika mereka sudah melakukan jalan-jalan yang mampu menyampaikan kepada Allah, lalu apa balasannya? yakni surga dan kenikmatan di dalamnya, serta keridhoan dan kenikmatan melihat kepada wajah-Nya yang Mahamulia, juga ucapan salam dan berdialog dengan-Nya.
Orang yang merindukan Allah di dunia, tentu akan lebih dirindukan oleh Allah. Dan orang yang betul-betul merealisasikan cintanya kepada Allah, maka dia akan dicintai Allah.
Nabi kita, Muhammad صلى الله عليه وسلم telah menyampaikan kepada umatnya setiap hal yang berkaitan dengan Allah secara gamblang dengan penjelasan yang paling sempurna, pemaparan yang sejelas-jelasnya sesuai dengan kadar kemampuan umatnya. Nabi صلى الله عليه وسلم telah menjelaskan dengna penjelasan yang memuaskan, mengobati penyakit-penyakit yang menyimpang, dan penjelasan yang tidak perlu dipertanyakan lagi, artinya tidak perlu ditanya “bagaimana dan bagaimana” hingga jelas pengenalan seorang hamba yang beriman terhadap Allah dan tersingkaplah kabut keraguan sebagaimana tersingkapnya awan pada saat bulan purnama hingga jelaslah sinarnya. Tidak sebagaimana penjelasan filsuf-filsuf yang sangat rumit.
Nabi صلى الله عليه وسلم sudah menjelaskan kepada umatnya setiap hal perkara agama ini. Mustahil bagi beliau yang telah mengajarkan kepada kita tentang tata cara buang hajat (masuk, keluar, di dalamnya), makan dan minum (sebelum, sesudah, ketika lupa, dan adab-adabnya), masuk keluar rumah dengan sangat terperinci; namun beliau meninggalkan untuk umatnya penjelasan tentang Rabbnya. Hal ini tentu mustahil. Padahal kebutuhan manusia akan Allah lebih mendesak dibandingkan semua kebutuhan. Manusia mendapatkan Allah, maka semuanya akan tergantikan dengan kebersamaan dengannya. Namun manusia apabila kehilangan Allah, maka semua yang ada di dunia tidak ada yang bisa menggantikan kehilangan Allah. Tidak ada kebahagiaan, kesuksesan, kebaikan, kenikmatan, dan ketentraman hati bagi manusia, kecuali dengan mengenal dan beribadah kepada Allah. Maka kebutuhan manusia dalam menemukan dan mengenal Allah lebih pokok dan lebih penting dibandingkan kebutuhan yang lain. Sebagaimana sesuatu hal, semakin dibutuhkan pasti semakin banyak ketersediaannya. Udara itu lebih banyak ketersediaannya dibandingkan air karena udara lebih dibutuhkan dan lebih penting dibandingkan air, sekalipun air penting. Maka begitupula penjelasan tentang Allah pastilah telah banyak disampaikan, baik di dalam Al Qur’an maupun melalui perantara lisan Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Oleh karena itu, “barangsiapa yang di dalam hatinya terdapat sedikit cahaya kehidupan, kecintaan kepada Rabbnya dan keinginan melihat kepada wajah-Nya serta rindu bertemu dengan-Nya, maka hendaklah ia menjadikan ilmu tentang (nama dan sifat-Nya), bersemangat dalam mengenalnya, menambah wawasan dan bertanya tentangnya sebagai seutama-utamanya tujuan dan sebesar-besarnya pencarian serta semulia-mulianya langkah. Tidaklah hati yang selamat dan jiwa yang tenang keapda sesuatu, yang lebih merindukan daripada mengenal perkara ini, dan tidak pula kegembiraannya kepada sesuatu yang lebih agung daripada kegembiraannya untuk memahami hakikat ini.”
Barangsiapa yang mengetahui ilmu ini, maka dia lebih mengenal Allah, lebih banyak mengharap, dan dekat kepada-Nya. Dan barangsiapa yang lebih banyak tidak mengetahui tentang ilmu ini, maka dia adalah orang paling jahil tentang Allah, benci, dan jauh dari-Nya.
Allah Ta’ala menempatkan seorang hamba di sisi-Nya dengan pengagungan hamba terhadap diri-Nya.
Mengenal Allah dapat memperkuat rasa takut, merasa diawasi, mengagungkan harapan kepada-Nya, menambah iman hamba, membuahkan berbagai macam ibadah. Selain itu, hatinya juga akan bersegera dalam berjalan menuju kepada Allah dan dalam meraih ridha-Nya.
Hanya kepada-Nyalah kita memohon untuk memiliki ilmu ini dan mampu mengamalkannya. Tidak ada daya dan kekuatan melainkan hanyalah dengan pertolongan-Nya. Semoga Allah mengkaruniakan kepada kita taufik dan hidayah-Nya, آمين يا رب العالمين
Sekian rangkuman ini, semoga ada yang bisa diambil manfaatnya dan semoga Allah memberkahinya. آمين اللهم آمين
والله أعلم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar